di kutif dari Karya : Doktor Fauzan Saleh
Indonesia sering dipandang sebagai kawasan Islam pinggiran di antara negara-negara Islam lain. Tapi wacana teologi pembaruan di negeri ini sudah berkembang sejak awal abad ke-20.
Secara geogafis, Indonesia merupakan negara berpenduduk mayoritas Islam yang terletak paling jauh dari tempat kelahiran Islam di Arab Saudi. Inilah salah satu alasan Fauzan Saleh (55) memetakan secara komprehensif perkembangan pemikiran teologi Islam di Indonesia sepanjang abad ke-20. Fauzan memofuskan pembahasannya pada pemikiran kaum modernis, terutama dari kalangan Muhammadiyah dan Persatuan Islam (Persis) serta kelompok yang mewarisi semangat modernisme pada akhir abad tersebut. Kemunculan gerakan ini didorong oleh keinginan untuk melaksanakan ajaran Islam secara murni.
Dalam
bahasa Fauzan, agar terbebas dari beban tradisi yang tidak memiliki
sumber doktrin yang tegas. Kelompok ini juga dikenal sebagai gerakan
pembaruan, yaitu upaya memahami doktrin Islam sesuai dengan semangat
zaman. “Fokusnya berawal dari kesadaran agar umat Islam bangkit dari
keterbelakangan,” kata lulusan Pondok Modern Gontor, 1973, itu. Mengupas
pemikiran teologis yang dikembangkan masa itu, dapat dilihat sebagai
langkah awal untuk membahas persoalan teologi secara sistematis dalam
konteks historis-kultural bangsa Indonesia. "Inilah gambaran dasar yang
ditimbulkan dalam proses islamisasi di Indonesia," lanjut Fauzan.
Disertasi di Mc-Gill University, Montreal, Kanada, itu berjudul The Development of Islamic Theological Discourse in Indonesia: A Critical Survey of Muslim Reformist Attempt to Sustain Orthodoxy in the Twentieth Century Indonesia. Kajian Fauzan dinilai berhasil menggambarkan kalangan modernis dan neo-modernis telah mampu menangkap imajinasi berbagai generasi yang berbeda-beda dari umat Islam Indonesia. Pendekatannya juga menunjukkan adanya tren baru dalam menyajikan kajian tentang pemikiran Islam yang sejalan dengan perkembangan sains dan teknologi kontemporer.
Prof
Howard M Federspiel selaku promotor di Mc-Gill mengatakan disertasi
Fauzan sebagai karya akademik terbaik tentang Islam di Indonesia, sejak
kemunculan karya Prof Deliar Noer dari Cornell University, sekitar 50
tahun silam. Setidaknya terdapat empat poin yang dipersembahkan dalam
disertasi ini. Di bagian awal Fauzan memberi gambaran ringkas tentang
profil Islam di Indonesia sebelum munculnya gerakan pembaruan pada awal
abad ke-20. Bagian ini untuk mengetahui keadaan perkembangan Islam di
Indonesia sebelum diperkenalkan ide-ide pembaruan. “Pijakan ini
melandasi pemahaman kami tentang perkembangan pemikiran teologi Islam
pada masa sesudahnya,” kata dosen Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri
(STAIN) Kediri, Jawa Timur, itu.
Pada
bagian kedua Fauzan membahas para pemikir Muslim Indonesia yang mencoba
merumuskan kembali ortodoksi Islam. Pembahasan ini diperlukan agar
masyarakat memahami perdebatan soal hakikat ortodoksi yang berlangsung
begitu lama antara kaum reformis dan tradisionalis. Sedangkan pada
bagian ketiga, ia membahas gerakan pembaruan Islam Indonesia, khususnya
Muhammadiyah dan Persis, yang berupaya merekonstruksi wacana teologi
dengan mengusung pemurnian akidah sebagai tema sentralnya. Kepedulian
ini ternyata tidak hanya terbatas pada para tokoh awal gerakan pemurnian
ini, tapi dilanjutkan oleh para pemikir dari kalangan pembaharu dewasa
ini.
Karena itu,
menurutnya, sangat menarik membahas lebih lanjut upaya pemurnian akidah
ini oleh generasi mutakhir semacam Dr Amien Rais yang mendapat gelar
akademiknya di Barat dan menjadi pimpinan tertinggi di Muhammadiyah
(1995-1998), dan tokoh-tokoh lain. Sedangkan pada bagian terakhir,
Fauzan membahas perkembangan terkini pemikiran teologi Islam di
Indonesia. Ini terutama mengangkat karya-karya Harun Nasution dan
Nurcholish Madjid, dua tokoh yang sangat menonjol dalam pembentukan
wacana keislaman kontemporer. Pembahasan tema ini diarahkan pada
perkembangan pemikiran teologi sejak pertengahan dekade 1980-an, ketika
umat Islam Indonesia mulai memainkan peran lebih besar dalam kemajuan
kultural dan ekonomi negeri ini.
Pada
pertengahan dekade 1980-an ada perubahan yang sangat besar dalam
hubungan antara umat Islam dan birokrasi pemerintahan. Upaya saling
mendekat antara keduanya menunjukkan hasil yang cukup berarti.
Setidaknya, menciptakan kondisi yang memungkinkan bagi meluasnya budaya
ortodoksi santri di Indonesia. Dalam banyak hal, upaya saling pengertian
tidak mungkin terwujud kecuali jika umat Islam mau memerbaiki pemahaman
teologisnya dalam memandang ide-ide modernisasi. “Suatu upaya yang tak
kenal lelah dilakukan oleh Harun Nasution dan Nurcholish Madjid,” papar
pria kelahiran Ponorogo, 19 Januari 1953, ini.
Pendekatan Muhammadiyah dan PersisDasar-dasar keyakinan Muhammadiyah menyatakan dirinya sebagai pengikut Ahl al-Haqq wa as-Sunnah (sebagaimana secara nyata disebutkan dalam kitab al-Iman. Meskipun istilah Ahl al-Haqq wa as-Sunnah sama dengan Ahl as-Sunnah wa al-Jamaah, Muhammadiyah tetap menggunakan istilah Ahl al-Haqq ini dengan merujuk secara langsung kepada karya Abu Hasan al-Asyari, a-Ibanah ‘an Ushul al-Diyanah. Dalam buku ini al-Asyari menunjukkan posisi Ahl al-Haqq sebagai lawan dari Ahl al-Ziyagh wa al-Bida’atau pengikut paham yang menyimpang dan bid’ah.
Pendekatan Muhammadiyah dan PersisDasar-dasar keyakinan Muhammadiyah menyatakan dirinya sebagai pengikut Ahl al-Haqq wa as-Sunnah (sebagaimana secara nyata disebutkan dalam kitab al-Iman. Meskipun istilah Ahl al-Haqq wa as-Sunnah sama dengan Ahl as-Sunnah wa al-Jamaah, Muhammadiyah tetap menggunakan istilah Ahl al-Haqq ini dengan merujuk secara langsung kepada karya Abu Hasan al-Asyari, a-Ibanah ‘an Ushul al-Diyanah. Dalam buku ini al-Asyari menunjukkan posisi Ahl al-Haqq sebagai lawan dari Ahl al-Ziyagh wa al-Bida’atau pengikut paham yang menyimpang dan bid’ah.
Muhammadiyah
juga menegaskan bahwa pengikut Ahl al-Haq wa a-Sunnah, berdasarkan
janji Nabi Muhammad SAW adalah golongan yang akan selamat dari api
neraka. Karena itu, menurut Fauzan, kelompok inilah yang disebut
al-Firqah al-Najiyah. Kitab al-Iman di dalam Himpunan Putusan Tarjih
Muhammadiyah sepenuhnya dimaksudkan untuk membahas dasar-dasar keyakinan
menurut interpretasi Muhammadiyah. "Islam dan iman sebagai dasar
doktrin agama yang pokok, merujuk kepada Hadis yang diriwayatkan oleh
Muslim ibn al-Hajjaj," papar Fauzan.
Iman
menurut pandangan Muhammadiyah, lanjutnya, memunyai konsekuensi
tertentu bagi orang Islam. Iman harus diekspresikan dalam bentuk amal
shalih. Karenanya, orang beriman harus memunyai kepedulian terhadap
kesejahteraan orang lain. Mereka harus bersedia mengorbankan sebagian
kekayaan mereka di jalan Allah demi kesejahteraan masyarakat luas,
khususnya fakir miskin. Kemiskinan yang diderita umat Islam Indonesia di
awal abad ke-20, kata Fauzan, telah membangkitkan perhatian sebagian
tokoh Muhammadiyah untuk mencarikan solusi. Mas Mansoer (1896-1946),
seorang tokoh terkemuka Muhammadiyah saat itu, sangat besar perhatiannya
terhadap kondisi sosial sekelilingnya. Dia begitu yakin bahwa
kemunduran yang diderita umat Islam saat itu karena lemahnya iman,
kebodohan, dan kecenderungan mementingkan diri sendiri. Di sisi lain,
doktrin Muhammadiyah menegaskan bahwa rasio harus memainkan peran
penting dalam memahami Tuhan dan bagaimana manusia menjalankan
kewajibannya kepada-Nya.
Dengan
kata lain, rasio merupakan aspek yang amat penting dalam kehidupan
keagamaan. “Ini bagian konsep teologi pembaruan yang diusung
Muhammadiyah," ungkap Fauzan. Sementara itu, Persis sangat besar
perhatiannya kepada kondisi umat Islam Indonesia yang sangat
memrihatinkan di awal abad ke-20. Dalam pendahuluan Anggaran Dasar
organisasinya, Persis menyatakan bahwa umat Islam tidak akan jatuh ke
jurang kesengsaraan seandainya mereka tetap berpegang teguh pada dasar
keyakinan sesuai al-Qur'an dan Sunnah. Pendahuluan Anggaran Dasar
tersebut menyatakan pula kerangka memerbaiki kesejahteraan umat Islam:
mereka harus menjauhi semua bentuk keyakinan yang keliru dan kembali
kepada ajaran al-Qur’an dan Sunnah.
Dalam
menyebarluaskan ide-idenya, Persis menggunakan pola “hidup berjamaah”
di bawah bimbingan seorang imam sebagaimana dicontohkan Nabi Muhammad.
Karena itu, tujuan utama Persis ialah menerapkan ajaran Islam sebagai
aspek kehidupan umat Islam serta kembali kepada kemurnian akidah dan
syariat. Konsekuensinya, Persis menegaskan perlunya menghapuskan
bentuk-bentuk bid’ah, takhayul, khurafat dan taklid buta serta
kemusyrikan yang masih merata di kalangan umat Islam Indonesia saat itu.
Perumusan doktrin Persis lebih banyak didasarkan pada upaya yang
dilakukan oleh A Hassan (1887-1958), tokoh intelektual terkemuka di
dalam organisasi ini.
Dengan
tulisannya yang cukup produktif (sekitar 80 risalah), Hassan diakui
sebagai pelopor perkembangan literatur Islam di Indonesia awal abad
modern. Menyoal teologi, dalam Islam dan Kebangsaan (1941), misalnya,
Hassan memberikan landasan bagaimana rakyat sebuah bangsa harus menjalin
hubungan sesama rakyat namun tetap menjaga ketaatan kepada Allah.
Menurut Fauzan, konsep Hassan ini menunjukkan kepada umat Islam tentang
peran Islam yang sebenarnya di dalam kehidupan masyarakat. Fauzan
menambahkan, buku Hassan ini dimaksudkan sebagai pedoman bagi umat Islam
dalam membahas nasionalisme sebagai dasar bagi negara Indonesia yang
akan datang.
Sebab,
ketika datang ke Indonesia, Islam tak lagi unggul secara politik,
ekonomi dan budaya. Indonesia sering dipandang kawasan Islam periferal
(pinggiran) di antara negara-negara Muslim lain. Tapi seiring itu,
wacana teologi pembaruan sudah berkembang sejak awal abad ke-20. Fauzan
menyimpulkan, gerakan Muhammadiyah (1912) dan Persis (1923) inilah yang
mengawali munculnya gerakan kaum reformis di awal abad ke-20. Ini
merupakan bentuk respon terhadap kebutuhan pemurnian ajaran Islam dari
berbagai pengaruh budaya lokal yang bertentangan dengan semangat Islam.n
tata septayuda
Terbit di Belanda
Doktor Fauzan Saleh dilahirkan di Ponorogo, Jawa Timur, 19 Januari 1953. Menamatkan pendidikan menengahnya di Pondok Modern Gontor, Ponorogo, 1973, ia mengabdikan diri sebagai tenaga pengajar di Gontor hingga 1979, sambil menyelesaikan program Sarjana Muda di Institut Pendidikan Darussalam (IPD) Gontor. Pada 1984 Fauzan memeroleh gelar doktorandus (Drs) dari Fakultas Ushuluddin Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Sunan Ampel, Surabaya. Tiga tahun kemudian ia diangkat sebagai dosen tetap di Fakultas Ushuluddin Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Kediri. Fauzan mendapat beasiswa dari Canada International Development Agency (CIDA) untuk melanjutkan pendidikannya di jenjang Master dan memeroleh gelar Master of Arts (MA) di Institute of Islamic Studies, McGil University, Montreal, Kanada, 1992. Sedangkan gelar doktor diperoleh dari universitas yang sama pada 2000, dengan disertasi berjudul “The Development of Islamic Theological Discourse in Indonesia: A Critical Survey of Muslim Reformist Attempt to Sustain Orthodoxy in the Twentieth Century Indonesia”. Atas saran dan dukungan Prof Howard M Federspiel, selaku promotor, disertasi tersebut diterbitkan di Belanda dengan judul Modern Trends in Islamic Theological Discourse in the Twentieth Century Indonesia: A Critical Survey (Leiden, Boston an Koln: Bril, 2001). Pada 2004, disertasi Fauzan juga diterbitkan oleh Penerbit Serambi, Jakarta, dengan judul Teologi Pembaruan, Pergeseran Wacana Islam Sunni di Indonesia Abad XX. Fauzan pernah mengajar di Program Pascasarjana IAIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta (2001-2003). Sampai sekarang ia juga mengajar di Program Pascasarjana IAIN Sunan Ampel, Surabaya.
Terbit di Belanda
Doktor Fauzan Saleh dilahirkan di Ponorogo, Jawa Timur, 19 Januari 1953. Menamatkan pendidikan menengahnya di Pondok Modern Gontor, Ponorogo, 1973, ia mengabdikan diri sebagai tenaga pengajar di Gontor hingga 1979, sambil menyelesaikan program Sarjana Muda di Institut Pendidikan Darussalam (IPD) Gontor. Pada 1984 Fauzan memeroleh gelar doktorandus (Drs) dari Fakultas Ushuluddin Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Sunan Ampel, Surabaya. Tiga tahun kemudian ia diangkat sebagai dosen tetap di Fakultas Ushuluddin Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Kediri. Fauzan mendapat beasiswa dari Canada International Development Agency (CIDA) untuk melanjutkan pendidikannya di jenjang Master dan memeroleh gelar Master of Arts (MA) di Institute of Islamic Studies, McGil University, Montreal, Kanada, 1992. Sedangkan gelar doktor diperoleh dari universitas yang sama pada 2000, dengan disertasi berjudul “The Development of Islamic Theological Discourse in Indonesia: A Critical Survey of Muslim Reformist Attempt to Sustain Orthodoxy in the Twentieth Century Indonesia”. Atas saran dan dukungan Prof Howard M Federspiel, selaku promotor, disertasi tersebut diterbitkan di Belanda dengan judul Modern Trends in Islamic Theological Discourse in the Twentieth Century Indonesia: A Critical Survey (Leiden, Boston an Koln: Bril, 2001). Pada 2004, disertasi Fauzan juga diterbitkan oleh Penerbit Serambi, Jakarta, dengan judul Teologi Pembaruan, Pergeseran Wacana Islam Sunni di Indonesia Abad XX. Fauzan pernah mengajar di Program Pascasarjana IAIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta (2001-2003). Sampai sekarang ia juga mengajar di Program Pascasarjana IAIN Sunan Ampel, Surabaya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar